Teknologi : Menghancurkan Bisnis dan Membangun Bisnis

Tulisan ini sengaja saya tulis setelah tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya ketika minggu sore di rumah dengan kegiatan hanya main game di laptop kecil saya.

“Kemana yah perginya bapak-bapak tukang cetak foto dulu yang ada di sekitar kampus dekat mesjid tempat saya mengaji al-quran dulu?”.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini membuat sebagian usaha menjadi benar-benar mati atau sebagian “mati suri”, usaha yang benar-benar mati yang seperti saya contohkan tadi adalah sudah tidak ada lagi (jarang) kamera yang menggunakan film ber klise, sehingga usaha cetak foto kilat yang menggunakan box di temani lampu remang berwarna merah, air dan kompor sudah jarang kita temui.

yang ada sekarang adalah cetak foto digital menggunakan media penyimpanan removable disk seperti flashdisk, CD atau bahkan dari HP/Kamera langsung.

“Lalu si bapak-bapak yang memiliki keahlian cetak foto kilat dulu sekarang kerja apa?”

Lanjutkan membaca “Teknologi : Menghancurkan Bisnis dan Membangun Bisnis”

Linux bebas virus – Mitos atau Fakta?

Setelah melihat artikel tentang virus yang dibuat dengan bahasa pemrograman python yang menyerang sistem Mac, membuat saya bertanya-tanya apakah Sistem Operasi Linux yang selama ini saya gunakan benar-benar bebas virus atau tidak.
Bila kita berbicara tentang Linux, mitosnya adalah Linux sama sekali bebas virus. Tapi faktanya adalah ADA virus di Linux. Tidak banyak memang, tapi ada. Beberapa ahli IT beranggapan bahwa virus di Windows lebih banyak karena OS ini lebih terkenal, dan nantinya bila Linux juga mulai dipakai secara signifikan pasti akan ada serangan virus juga. Lalu apakah Linux akan sama dengan Windows nantinya?

Sebenarnya Linux tidak sama dengan Windows, karenanya keduanya dibangun pada basis yang berbeda. Linux malah lebih mirip dengan Mac karena sama-sama dibangun diatas sistem UNIX.

Tapi sebelumnya kita akan membahas bagaimana sebuah virus di Microsoft Windows bisa menginfeksi. Setidaknya ada beberapa cara, yaitu:

  1. Mengakses program dengan sembarangan, termasuk download aplikasi terinfeksi (biasanya crack bajakan)
  2. Celah yang terbuka dari sistem. Biasanya masuk melalui jaringan internet atau LAN. Dulu ada virus Windows bernama beagle dan nimda yang terkenal karena kemampuannya menyebar di jaringan (kala itu virus ini revolusioner)
  3. Tidak hati-hati membuka attachment file dan link website, termasuk file MS Office yang terinfeksi.
  4. Tertipu dengan penampakan virus, misalnya file virus yang disamarkan sebagai file gambar porno (umum dilakukan oleh virus di Indonesia)
  5. Tertular melalui media removeable macam flashdisk.

Yang pertama, ada perbedaan mendasar antara Windows dan Linux, yaitu masalah hak akses file. Pada Windows, terutama versi home edition (untuk versi bussines/corporate saya belum mencoba, tapi sepertinya ada) tidak dikenal hak akses suatu file/folder. Contohnya di Linux, bila anda mempunya sebuah file, maka file itu akan mempunyai 3 macam hak akses, yaitu user, group, dan everybody. Tiap hak akses file mempunyai 3 parameter yaitu read (r), write(w), dan executabled(x). jadi pada waktu kita melakukan pengecekan file di Linux akan didapatkan seperti ini:
-rwxr-xr-x 1 ferry disk 4401932 May 28 2011 unetbootin-linux-549

artinya untuk file diatas: (dibaca dari kiri per 3 digit)
1. hak akses user dimiliki user ferry dengan hak read, write dan executabled (rwx)
2. hak akses group dimiliki oleh group disk dengan hak akses read dan executabled (r-x)
3. hak akses everybody dengan hak akses read dan executabled (r-x)
File diatas hanya bisa dibaca dan dieksekusi oleh group disk dan everybody tapi tidak bisa ditulis selain oleh user ferry.

Hal mendasar ini yang membuat sistem Linux aman, sangat kontras dengan Windows. Awal mulanya Windows menggunakan tipe filesystem FAT yang tidak mengenal hak akses. Baru di NTFS (mulai Windows NT, lalu dilanjutkan ke 2000, dst), Windows memperkenalkan hak akses ini, tapi pengaturan hak akses ini tidak dilakukan secara langsung. Saya yakin bahwa banyak pengguna Windows yang tidak tahu akan hak akses suatu file. Hak akses folder baru akan terasa bila komputer Windows anda memiliki beberapa username, biasanya folder Documents antar username tidak bisa dibuka.

Tampilan hak akses di Linux

Yang kedua, semua file executabled (*.exe – aplikasi) dikenali dari beberapa digit pertama (header) dari file itu, biasanya 2 digit pertama adalah MZ. Celakanya Windows membaca file bukan dari header file, tapi dari extension file terutama saat menampilkan icon. Jadi saat ada file virus dalam bentuk *.vbs (VB Script), saya bisa menyamarkan file ini dalam bentuk TXT, HTML bahkan JPG. Nah inilah yang dilakukan beberapa virus yang mencoba mengelabui user dengan cara menyamar sebagai file lain.

Yang ketiga, pada saat selesai instalasi Windows, anda akan langsung diberikan user dengan hak administrator. Memang di Windows 7 sudah ada dialog yang menanyakan konfirmasi user (meniru Linux/Mac??) saat ada file mencurigakan mencoba menulis sistem. Tapi berapa banyak user yang tidak tahu maksud dialog itu selain klik CONTINUE atau CANCEL saja?

Dialog konfirmasi di Windows

Saya tidak mau membahas apakah Windows dibuat dengan jelek atau tidak, tapi 3 hal diatas yang membuat Windows sangat rentan pada virus.

Lalu bagaimana dengan Linux? Wikipedia mencatat ada 29 virus, 3 trojan, dan 12 worms yang sudah teratasi. Virus-virus di Linux kebanyakan menyerang aplikasi, jadi lebih bersifat karena sebuah aplikasi memiliki celah. Tapi bukan berarti Linux bebas virus, Kecenderungan Linux yang menjadi semakin mudah digunakan bisa membuat Sistem Operasi ini rentan terhadap virus. User memang tidak bisa menghapus file yang ada di system, tapi Linux sekarang juga mempunyai satu celah besar yang disebabkan oleh sebuah aplikasi yang saat ini dipakai secara luas, yaitu sudo (switch user and do).

Pada waktu selesai instalasi Linux, biasanya akan ditanyakan password untuk user root (superuser). Dan user pertama yang terinstalasi pada Linux Ubuntu akan menjadi administrator yang bisa mengacak-acak sistem dengan tambahan perintah sudo. Perintah sudo sendiri akan membuat user mudah mengatur system, misal mengatur jaringan, instalasi paket aplikasi, dsb. Jadi bila saya akan membuat sebuah virus Linux, saya akan memastikan bahwa virus saya menanyakan user password dengan perintah sudo, baru nanti system secara keseluruhan terinfeksi. Tapi perintah sudo juga bisa dibatasi untuk tiap user, jadi dalam hal ini Linux memang sudah mempunyai pencegahan.

Lalu bagaimana dengan link atau attachment yang memanfaatkan celah di peramban internet atau email client? Dalam hal ini anda bisa tenang, karena aplikasi seperti peramban internet dan email client tidak mempunyai akses penulisan file ke system. Tapi plugin dan add-on jahat bisa menanyakan password dan membuat sebuah file startup di folder home seorang user. Untuk pengguna Ubuntu dengan gnome, biasanya akan diletakkan di ~/.config/autostart (untuk GNOME desktop) atau ~/.kde/Autostart (untuk KDE desktop). Jadi Linux memang tidak 100% bebas virus. Linux sendiri mempunyai celah yang terlihat didepan mata.

Apakah virus di Linux bisa menular melalui flashdisk? Jawabnya tidak. Hak akses file tidak dikenal oleh filesystem FAT yang biasanya dgunakan di flashdisk. Tapi di beberapa versi Ubuntu (setahu saya 10.04), filesystem FAT dipasang secara otomatis dengan hak akses rwx, mulai versi Ubuntu 10.10, pola ini dihapus. Meskipun sebuah flashdisk di Linux dapat dijalankan fitur autorun-nya, tapi eksekusi sebuah script tetap membutuhkan konfirmasi user.

Untungnya Linux sendiri didesain untuk multiuser. Jadi bila Linux digunakan di kantor, maka biasanya admin akan mempunyai username, dan pengguna biasa tidak mempunyai hak untuk mengubah system, jadi tidak terdapat pada daftar ijin penggunaan sudo.

Kesimpulannya, Linux memang tidak 100% aman, ada celah melalui startup file, sudo, add-on, dsb, Secara keseluruhan Linux dan Mac jauh lebih aman daripada Windows. Jadi bila anda menginginkan sebuah Sistem Operasi yang lengkap dan aman, gunakanlah Linux.

Saya menyarankan penggunaan Linux untuk kantor karena akan dapat mengurangi biaya maintenance secara signifikan dalam hal perawatan terhadap virus. Sebagai gambaran, di sekolah tempat saya mengajar, pada waktu kami menggunakan Windows di tahun 2005-2006, instalasi ulang sistem dilakukan setiap 6 bulan sekali. Tapi dengan Linux, bahkan saya tidak perlu instalasi ulang selama 1 tahun lebih, kecuali update software macam OpenOffice.

Ayo pakai Linux dan OpenSource, kurangi pembajakan, membajak itu dosa, pendosa tempatnya di neraka. :)

Sumber: http://betweenmeandlinux.wordpress.com/2012/04/30/linux-bebas-virus-mitos-atau-fakta/

Merakit File Server Murah dengan FreeNAS

Jika Anda tidak mau repot dan anggaran cukup longgar, maka NAS (Network Attached Storage) merupakan salah satu solusi. Namun, jika Anda ingin memanfaatkan komputer lama dan harddisk yang tidak terpakai, FreeNAS yang merupakan varian sistem operasi FreeBSD dapat kita dayagunakan. File FreeNAS dapat Anda unduh di alamat FreeNAS: The Free NAS Server – Home dalam bentuk file ISO berukuran 46,6 Mega Byte.

Uniknya, FreeNAS dapat kita jalankan sebagai Live-CD, alias tidak perlu diinstal ke dalam harddisk. Jika motherboard PC yang hendak digunakan mendukung booting dari USB Flashdisk, FreeNAS juga siap diinstal dalam media populer ini. Jika Anda seorang pehobi fotografi dan memiliki media simpan jenis CF Card. Inilah langkah-langkah konfigurasinya:

Membakar File ISO ke dalam CD

Secara standar FreeNAS didistribusikan dalam bentuk file ISO, untuk dibakar ke dalam CD. Jangan lupa, kita tidak membakar file ISO FreeNAS sebagai data, namun sebagai ISO.

Mengubah Prioritas Booting PC

Langkah berikut ini perlu kita lakukan karena komputer belum akan kita boot dari harddisk, melainkan dari CD berisi file freeNAS yang sebelumnya telah kita siapkan. Sesaat setelah menghidupkan PC, tekan-tekanlah tombol Delete untuk masuk ke konfigurasi BIOS (Basic Input-Output System). Tombol ini dapat berbeda-beda, tergantung pada produsen motherboard PC Anda. Kami sarankan Anda melihat buku manual motherboard PC. Biasanya, konfigurasi prioritas booting ada di bagian Anvanced Settings atau tab Boot. Masuklah ke bagian itu, lalu ubahlah prioritas booting dari CD-ROM berada di urutan pertama. Setelah itu, simpan konfigurasi ini dengan masuk ke bagian Exit dan pilih Exit and Save Settings. Segera masukkan CD berisi FreeNAS ke dalam CD-ROM, maka PC akan segera booting dari CD-ROM.

Konfigurasi Awal

Konfigurasi awal berisi langkah-langkah pendefinisian jaringan lokal yang akan menggunakan layanan FreeNAS.

1. Langkah pertama, kita akan mengaktifkan kartu jaringan (ethernet) atau LAN card. Ketikkan angka 1, lalu tekan Enter.

2. Secara otomatis, FreeNAS akan mendaftar kartu jaringan yang ada dalam komputer dengan label em. Pilih salah satu yang hendak Anda gunakan untuk media komunikasi jaringan FreeNAS. Arahkan ke pilihan OK, lalu tekan Enter. Kartu jaringan yang telah aktif akan memiliki label Up.

3. Selanjutnya, Anda diberi tawaran menggunakan server DHCP (Dynamic Host Configuration Server) yang mempermudah pengelolaan dan pengalamatan nomor IP dalam jaringan lokal FreeNAS. Jika Anda telah menggunakan server DNS untuk pengalamatan nomor IP, arahkan saja ke pilihan No. Jika tidak ada server DNS dalam jaringan, pilih Yes, lalu tekan Enter.

4. Pilihan ini tidak akan tampil jika sebelumnya Anda memilih menggunakan DHCP server. Alamat IP yang digunakan oleh komputer server FreeNAS dan komputer-komputer pengakses server FreeNAS akan ditentukan oleh DHCP server. Isikan nomor IP yang akan digunakan oleh komputer server FreeNAS. Pilihlah nomor IP yang belum digunakan di jaringan. Arahkan pilihan ke OK, lalu tekan Enter.

5. Isikan subnet mask untuk nomor IP yang baru saja kita berikan. Dalam bahasan ini, kami menggunakan nomor IP kelas A, maka subnet mask dalam bentuk biner adalah 24 bit karena tiga oktet subnet di bagian depan diselubungi dengan angka biner 1 (255.255.255.0). Jika Anda menggunakan nomor IP kelas B, misalnya 192.168.X.X, maka subnet mask-nya dalam bentuk biner adalah 16 bit karena dua oktet subnet di bagian depan diselubungi dengan angka biner 1 (255.255.0.0). Arahkan pilihan ke OK, lalu tekan Enter.

6. Jika jaringan lokal terhubung ke luar (internet) melalui komputer gateway, isikan nomor IP komputer yang menjadi gateway. Arahkan pilihan ke OK, lalu tekan Enter.

7. Jika jaringan lokal menggunakan server DNS untuk memanajemen pengalamatan nomor IP, isikan nomor IP-nya. Pilihan ini tidak tampil jika sebelumnya Anda memilih menggunakan DHCP server. Arahkan pilihan ke OK, lalu tekan Enter.

8. Akan tampil tawaran penerjemahan nomor IP yang digunakan oleh server FreeNAS ke bentuk IP versi 6. Arahkan saja pilihan ke OK, lalu tekan Enter.

9. Sesaat kemudian, konfigurasi nomor IP telah selesai. Jika Anda memilih menggunakan DHCP server, nomor IP yang digunakan oleh server freeNAS juga akan ditampilkan. Ingat-ingat nomor IP tersebut, karena akan kita gunakan untuk mengakses antar muka konfigurasi lanjutan lewat browser web. Tekan Enter untuk melakukan booting ulang FreeNAS.

10. Jika sudah tampil screen FreeNAS, tekan saja Enter.

11. Konfigurasi awal telah selesai.

Box 1: Sekilas Tentang RAID

Sistem RAID (Redundant Array of Inexpensive Disks) merupakan mekanisme perangkaian beberapa harddisk untuk meningkatkan kinerjanya, baik kecepatan akses data, kecepatan penulisan data serta kecepatan pembacaan data.

Ada dua sistem perangkaian utama dalam RAID, yaitu stripping dan mirroring. Sistem pertama menyimpan pecahan paket data secara bergantian antara rangkaian harddisk (array) satu dan yang lain. Sedangkan sistem mirroring menyimpan data yang sama pada masing-masing rangkaian harddisk. Sistem stripping efektif untuk meningkatkan kecepatan akses data dan tulis data, sementara itu sistem mirroring cocok untuk backup data.

Sebenarnya ada satu lagi sistem perangkaian harddisk dalam RAID, yaitu JBOD (Just a Bunch Of Disks). Rangkaian-rangkaian harddisk kapasitas simpannya digabungkan dan dianggap sebagai satu harddisk. Sistem ini cocok untuk keperluan kapasitas simpan data yang ekstra lapang.

Konfigurasi Lanjutan

Langkah konfigurasi lanjutan ini digunakan untuk menata rangkaian RAID harddisk dan mengatur aturan bagi-pakainya. Konfigurasi lanjutan ini dapat dilakukan di komputer mana saja dalam jaringan FreeNAS.

1. Bukalah browser web, lalu isikan nomor IP yang digunakan oleh komputer server FreeNAS dan tekan Enter. Segera tampil antar muka konfigurasi lanjutan FreeNAS.

2. Langkah pertama, kita definisikan harddisk yang akan dirangkai dalam RAID. Klik sub menu Management di bawah menu Disks. Pada tab Management, tekan ikon tanda tambah (plus).

3. Tekan tombol dropdown pada bagian Disks, lalu arahkan ke harddisk pertama yang dikenali dengan label ad0. Selanjutnya, tekan tombol Add.

4. Pada tab Management, tekan lagi ikon tanda tambah (plus). Tekan tombol dropdown pada bagian Disks, lalu arahkan ke harddisk kedua yang dikenali dengan label ad2. Selanjutnya, tekan tombol Add.

5. Setelah semua harddisk yang akan dirangkai dalam RAID didefinisikan, terapkan konfigurasi dengan menekan tombol Apply Changes.

6. Kini, kita akan memformat harddisk-harddisk yang akan kita rangkai dalam RAID. Klik sub menu Format di bawah menu Disks. Pada bagian Disk, tekan tombol dropdown dan arahkan ke harddisk pertama (ad0). Pada bagian File System, tekan tombol dropdown dan pilih Software RAID. Klik tombol Format.

7. Kembali ke bagian Disk, tekan tombol dropdown dan arahkan ke harddisk kedua (ad2). Pada bagian File System, tekan tombol dropdown dan pilih Software RAID. Klik tombol Format.

8. Setelah harddisk-harddisk yang akan dirangkai terformat, kini kita rangkai dalam RAID. Caranya, klik sub menu Software RAID di bawah menu Disks. Tentukan jenis RAID yang diinginkan. Dalam praktek pertama, kami coba memilih RAID1 dengan klik tab RAID1. Klik ikon tanda tambah (plus).

9. Berikan sembarang nama pada isian RAID Name. Beri tanda check (centang) pada bagian Members of This Volume untuk memilih harddisk yang akan dirangkai dalam RAID. Demikian pula, aktifkan pilihan Create and Initialize RAID. Jika sudah selesai, klik tombol Add.

10. Jangan lupa untuk menerapkan konfigurasi RAID dengan menekan tombol Apply Changes.

11. Sekarang, saatnya memformat rangkaian RAID. Klik sub menu Format di bawah menu Disks. Pada bagian Disks, arahkan ke rangkaian RAID yang baru saja kita buat. Pada bagian File System, pilih UFS (GPT and Soft Updates). Berikan sembarang isian pada bagian Volume label dan aktifkan (beri tanda check) pada pilihan Don’t Erase MBR. Lalu, tekan tombol Format Disk.

12. Jangan lupa untuk menerapkan konfigurasi dengan menekan tombol Apply Changes.

13. Kita perlu mendefinisikan mount point RAID agar dapat diakses oleh anggota jaringan (client). Untuk itu, klik sub menu Mount Point di bawah menu Disks. Untuk menambahkan mount point, klik ikon tanda plus (tambah).

14. Pada bagian Type, arahkan ke pilihan Disk. Di bagian Disk, arahkan ke rangkaian RAID yang baru saja kita buat. Pada bagian Partition, tekan tombol dropdown dan pilih EFI GPT. Tekan tombol dropdown di bagian File System, pilih UFS. Berikan sembarang nama pada isian Name dan Description. Jika sudah selesai, klik tombol Add.

15. Jangan lupa menerapkan konfigurasi mount point RAID yang telah kita tentukan dengan klik tombol Apply Changes.

16. Langkah terakhir, kita atur layanan Samba (CIFS/SMB) yang merupakan layanan file sharing antara komputer keluarga UNIX (termasuk FreeBSD dan Linux) dengan komputer Windows. Tekan sub menu CIFS/SMB di bawah menu Services. Buka tab Settings. Pada bagian Authentication, jika Anda ingin semua orang dapat mengakses server FreeNAS tanpa password, pilih Anonymous. Isikan nama pengenal server FreeNAS di jaringan pada bagian NetBIOS name, sehingga nanti dapat dikenali oleh komputer Windows. Tentukan workgroup di mana server FreeNAS akan bergabung. Isikan pula sembarang label pada bagian Description. Jangan tekan tombol Save and Restart dahulu.

17. Buka dulu tab Shares. Bagian ini berfungsi untuk membentuk folder-folder yang akan dibagi-pakai. Tentu saja, file-file akan lebih terorganisir jika dipilah dalam folder-flder yang lebih khusus. Pada bagian Name, isi dengan nama folder yang diinginkan. Berikan sembarang isian di bagian Comment. Tekan tombol bertanda tiga titik di bagian Path, lalu arahkan ke mount point RAID yang sudah kita bentuk. Jangan beri tanda check (centang) di bagian Read Only, kecuali Anda ingin anggota jaringan hanya dapat membaca dan menyalin file dalam server FreeNAS. Beri tanda check (centang) pada bagian Browseable agar folder ini dapat dilihat oleh anggota jaringan. Jika sudah selesai, klik tombol Add.

18. Anda dapat menambahkan folder sharing dengan klik ikon tanda tambah (plus) dan lakukan langkah 17. Jangan lupa menerapkan konfigurasi sharing folder yang telah kita tentukan dengan klik tombol Apply Changes.

19. Buka kembali tab Settings, tekan tombol Save and Restart.

Mengubah Jenis RAID

Bagaimana jika Anda ingin mengubah jenis RAID? Langkah pertama adalah backup dahulu semua file dalam RAID yang lebih dulu ada, karena pengubahan RAID akan menghancurkan semua data. Setelah itu, berikut ini langkah-langkahnya:

1. Klik sub menu Mount Point di bawah menu Disk. Buka tab Management. Pilih mount point, lalu hapus dengan klik ikon huruf e (Erase).

2. Terapkan penghapusan mount point dengan klik tombol Apply Changes.

3. Klik sub menu Software RAID di bawah menu Disk. Pilih RAID, lalu hapus dengan klik ikon huruf e (Erase).

4. Kembali ke sub menu Software RAID, klik tab jenis RAID yang Anda inginkan. Sebagai contoh dalam praktek ini adalah JBOD. Lalu tekan ikon tanda tambah (plus).

5. Pada bagian RAID Name, isi dengan identitas RAID yang baru. Beri tanda check (centang) pada hardisk yang akan dirangkai dalam RAID baru. Aktifkan juga pilihan Create and Initialize RAID. Setelah selesai, klik tombol Add.

6. Terapkan konfigurasi RAID yang baru dengan klik tombol Apply Changes.

7. Langkah selanjutnya, ikuti langkah 11-19, bab Konfigurasi Lanjutan.

Akses Server FreeNAS dari Komputer Anggota Jaringan (Client)

Nah, sekarang server FreeNAS kita sudah jadi dan telah aktif. Saatnya kita berpindah pada komputer anggota jaringan dan mencoba mencemplungkan atau menyalin file dari server made-in my self, alias bikinan sendiri ini.

1. Buka kotak My Network Places atau klik tombol Start > Run. Isikan nomor IP server FreeNAS, diawali dua tanda backslash (–), misalnya: –10.15.38.235, lalu tekan tombol Enter.

2. Cobalah salin (copy) file dari harddisk komputer client dan tambahkan (paste) ke dalam folder server FreeNAS .

Box 2: Menginstal FreeNAS dalam Flashdisk atau Harddisk

Selain dijalankan sebagai Live_CD, FreeNAS juga dapat diinstal ke dalam USB Flashdisk atau Harddisk. Jika Anda hendak menginstalnya ke dalam harddisk, maka harddisk yang digunakan untuk menginstal FreeNAS tidak dapat digunakan untuk menyimpan data. Dengan kata lain, tidak dapat dirangkai dalam RAID. Jadi, Anda memerlukan minimal 3 harddisk.

1. Jalankan FreeNAS sebagai Live-CD, setelah sampai pada pilihan konfigurasi (Setup) seperti di bahasan Konfigurasi Awal, ketikkan pilihan nomor 9, lalu tekan Enter.

2. Selanjutnya, arahkan ke pilihan Istall ‘Embedded’ OS on HDD/Flash/USB”. Sorot tombol OK dan tekan Enter.

3. Arahkan ke media letak asal file FreeNAS, yaitu dalam CD-ROM yang dikenal dengan label cd0. Sorot tombol OK dan tekan Enter.

4. Pilih media tempat FreeNAS akan diinstal. Pilihlah USB flashdisk yang dikenal dengan label da0 atau harddisk yang dikenali sebagai ad0. Jangan pilih harddisk yang akan dirangkai dalam RAID dan dijadikan tempat menyimpan data di jaringan. Sorot tombol OK dan tekan Enter.

5. Setelah penginstalan selesai, restart komputer dan ubah dahulu prioritas booting dalam BIOS ke media yang digunakan untuk menginstal FreeNAS. Simpan konfigurasi booting dan keluar dari BIOS. Setelah komputer restart, booting akan dilakukan dari media instal FreeNAS yang baru (USB flasdisk, CF card, atau harddisk).

Selamat menciptakan dan menikmati server file Anda sendiri bersama Si Setan Merah.
Sumber : http://www.forumkami.net/